Pertama kali senang membaca adalah saat diriku menempuh pendidikan SMP kelas 3, saat berkenalan dengan teman-teman yang sangat menggemari bacaan. Pada saat itulah saya jatuh cinta kepada buku, tepatnya komik, Naruto!. Itulah awalku jatuh cinta dengan buku, walaupun di awali dengan bacaan komik, tapi dari situlah awalku suka membaca, berimajinasi, dan merasa nyaman dalam lamunan.
Komik (selanjutnya saya sebut: manga) yang sudah saya baca tak terhitung, di tempat penyewaan buku di dekat SMP-ku dulu, mulai dari Naruto, One Piece, Rave Master, Shaman King, Detective Conan, Detective School Q, dan masih banyak lainnya. Setiap minggunya, tasku selalu penuh dengan manga. Dalam seminggu rata-rata yang kupinjam sampai 20 manga!. Dan itu membuat orang tuaku marah. Tapi itu tak menyurutkan akan kegemaranku membaca manga. Setelah pulang sekolah, dimana teman-temanku sudah mengenal pacaran, rokok, berantem, sampai minuman keras, saya hanya kenal dan bermain dengan buku. Larut dalam imajinasi tanpa batas, terbang, melayang, lalu capek juga karena mbaca sambil tiduran dikamar.
Pada saat menginjak bangku SMA, saya berteman juga dengan teman yang suka baca buku. Tapi bukunya beda, bukunya tebal dan tanpa gambar. Hanya kata-kata. Sial banget tuh, ngikutin kata yang tak putus-putusnya, tak ada gambar.! Tapi rasa penasaran dengan buku yang tak ada gambarnya itu--tak ada gambar cewek cantiknya, tak ada gambar-gambar keren sedikitpun--atau yang sering di sebut sebagai Novel. Tentu, dengan pengetahuan buku Novel yang minim, saya cuman bisa bertanya dengan Mas Nono (panggilan untuk yang punya peminjaman buku) "Novel apa yang bagus". Mas Nono merekomendasikan buku Sherlock Holmes karya Sir Arthur Conan Doyle. Katanya, manga Detective Conan terinspirasi dari Detective nyentrik dari London itu. wow, menarik.
Pertama kali membaca Novel Sherlock Holmes, saya menyerah setelah membuka 3 lembar halaman pertama. Dan buku Novel itu tersimpan di bawah bantal untuk waktu yang lama, karena lupa, dan melewati batas peminjaman. Entah kapan, saya memberanikan diri untuk membaca Novel Sherlock Holmes lebih serius lagi. Dan ya, berhasil membacanya sampai selesai, tanpa mengerti makna isi cerita. ah, sungguh menjengkelkan buku yang tak ada gambarnya ini, sama seperti buku fisika, kimia, biologi, dan buku fuck-lajaran lainnya.
Lalu teman saya yang tergila-gila dengan Novel Harry Potret, selalu dengan semangatnya menceritakan kisah dibuku yang lebih tebal itu, sadis.! Dan saya hanya tertarik saat dia menceritakan wanita cantik seperti Hermione (Emma Watson), Cho Chang, Luna Lovegood yang misterius (Evanna Lynch), dan Giny (Bonnie Wirght) yang digambarkan secara visual di Film dengan judul yang sama. Dan saya tak tertarik untuk membaca buku tebal itu, cukup menjadi pendengar yang baik.
-
Seiring berjalannya waktu, etdah, saya mencoba mencari buku yang jadi rekomendasi Mas Nono selain Novel Sherlock Holmes dan tentunya Harry Potret, Novel Narnia-pun saya pinjam. Nasibnya 11-12 dengan novel-novel sebelumnya, selesai dibaca, tapi tak dapat mencerna seluruh isi buku. Mungkin kecintaanku pada manga tak tergantikan, sehingga buku yang penuh dengan (hanya) tulisan itu tak memikat hati.
Kelas 2 SMA, saya mengenal dengan Internet, setelah memaksa dan bernegosiasi alot dengan orangtuaku untuk berlangganan internet Slowdy. Dulu masih sebulan sekitar 200ribu, untuk kecepatan 128kbps, shit!. Mungkin kegemaranku dengan mainan baruku ini, Internet dan masih dengan buku manga, membuatku tak terlalu memikirkan kisah cintaku yang (selalu) tragis.
Mulai saya bermain dengan blogging, posting ini-itu tidak jelas, hanya untuk mengejar pengunjung yang banyak. Bikin blog sampai lebih dari 3, mendaftar Google Adsense, mencari penghasilan dari iklan. Browsing ini-itu, cara kaya instan dengan internet. Untungnya saya tak terlalu percaya dengan hal-hal seperti itu. Tak seperti temanku yang sudah tertipu dua kali dengan MLM, dan masih saja tertipu dan gagal untuk ketiga kalinya. Dan sekarang, 2014, saya sudah lupa blog apa saja yang sudah saya buat di situs blogspot/blogger[dot]com.
Ternyata seiring waktu saya mulai bisa memahami isi dari sebuah novel, saya bisa membaca habis dan paham maksud cerita. Buku pertama yang dapat saya pahami adalah buku Laskar Pelangi, lalu berturut-urut Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Lalu saya mencoba membaca lagi novel Sherlock Holmes, karena masih penasaran, dan berhasil. wow, saya sangat menyukai kisah di Novel Sherlock Holmes, penuh misteri, lebih memancing imajinasiku, dan lebih mengasikkan dari pada buku tipis bergambar itu, yang sering membuatku jengkel karena harus menunggu terlalu lama kisah selanjutnya. Novel Da Vinci Code, karya Dan Brown saya baca setelah tertarik dengan novel-novel misteri. Setelah itu, sampai kelas 3 SMA, saya hanya menyukai buku (novel) dengan tema misteri, dan buku (manga) yang sudah saya batasi hanya mengikuti manga Naruto dan One Piece, sampai sekarang (2014) mungkin sampai tamat (yang entah kapan).
-
Masa "indah" SMA pun berakhir, dengan segala macam luka dihati, sayatan luka jiwa, dan bayangan yang menggelapkan pikiran. Sekarang saya menjadi seorang mahasiswa, pikirku pada awal menjadi MABA di tahun 2010.
Buku manga yang menumpuk saya bawa kejogja, tempatku menempuh bangku kuliah, sebagai pajangan untuk mengenangkan, bahwa merekalah yang mengalihkan segala luka. kok jadi melow gini, hahaha
Semester pertama dan kedua selama kuliah, saya tak pernah membaca buku yang memancing imajinasi, hanya bermain-main, nongkrong, kongkow, bercanda, dan lain sebagainya. Kuliah nomor 2, atau lebih. Saat itulah penyakit yang tak begitu saya hiraukan dulu-dulu menghampiri, perasaan galau. Tak ada buku yang menyibukkanku dalam mengisi isi kepalaku untuk berimajinasi, untuk menyusun angan, untuk menggambar pelangi, maka isi kepalaku penuh dengan kegalauan, bimbang, frustrasi, stress, dan ajaibnya itu disebabkan oleh diri sendiri, ya memang, segala masalah itu datang dari diri sendiri, pikiran yang membuat masalah. Dan sayangnya, saya lama tersadar dalam jurang tanpa awan. Terang terlalu silau, gelap terlalu pekat. Sudah ah, cerita galaunya.
Semester ketiga dan keempat, saya mulai bangkit. Mulai melakukan sebuah kegiatan yang dirasa belum pernah saya lakukan, yaitu, berorganisasi. Mulailah mencoba menjadi seorang pemimpin, menjadi seseorang yang mempunyai tanggung jawab. Segala macam kegiatan saya lakukan untuk mengisi segala kekosongan, Cogito Ergo Sum, saya hidup kembali tanpa bayang-bayang masa lalu. Saya mulai kembali tertarik untuk membaca buku, tapi bukan hanya sekedar Novel, tapi buku yang lebih 'ilmiah', buku yang sedikit berbobot ketimbang sebuah fiksi imajinasi belaka. Segala macam buku, ilmu, saya lahap tanpa ada sekat, ternyata itu berdampak buruk pada pemikiranku yang masih polos, dan dimasuki oleh pengetahuan-pengetahuan diluar jangkauan. Sayapun menjadi takabur, merasa paling benar sendiri. Alhamdulillah, itu tidak bertahan terlalu lama, saya menyadari, dan saya belajar dalam diam.
Saya berpikir bahwa, kesukaanku dalam mempelajari segala macam ilmu pengetahuan harus ada tempat yang menampung hal itu, dan saya menjatuhkan pilihan pada sebuah kegiatan berupa jurnalistik. Saat itulah, saya mulai mengenal menulis adalah bekerja untuk keabadian.
-
Tahun 2013 dan 2014 saya mulai belajar secara perlahan. Belajar dalam diam, kalau kata teman klub baca buku jogja, seperti cacing, "Bergerak dalam diam, tapi menyuburkan".
Dalam blog ini, saya akan menulis, lebih tepatnya belajar menulis. Bagaimana menuangkan segala isi kepala, dalam susunan kata yang menari. Dan meninggalkan blog lama, nafiul.wordpress.com, yang sudah tidak teratur lagi isinya.
Pengelolaan blog ini dimulai pada bulan Juli 2014, saat bulan puasa. Secara perlahan, seperti tetesan hujan yang membuat luka dalam dibatu. Entah batu itu adalah hatiku, entah itu masa esokku, entah--lah.
Komik (selanjutnya saya sebut: manga) yang sudah saya baca tak terhitung, di tempat penyewaan buku di dekat SMP-ku dulu, mulai dari Naruto, One Piece, Rave Master, Shaman King, Detective Conan, Detective School Q, dan masih banyak lainnya. Setiap minggunya, tasku selalu penuh dengan manga. Dalam seminggu rata-rata yang kupinjam sampai 20 manga!. Dan itu membuat orang tuaku marah. Tapi itu tak menyurutkan akan kegemaranku membaca manga. Setelah pulang sekolah, dimana teman-temanku sudah mengenal pacaran, rokok, berantem, sampai minuman keras, saya hanya kenal dan bermain dengan buku. Larut dalam imajinasi tanpa batas, terbang, melayang, lalu capek juga karena mbaca sambil tiduran dikamar.
Pada saat menginjak bangku SMA, saya berteman juga dengan teman yang suka baca buku. Tapi bukunya beda, bukunya tebal dan tanpa gambar. Hanya kata-kata. Sial banget tuh, ngikutin kata yang tak putus-putusnya, tak ada gambar.! Tapi rasa penasaran dengan buku yang tak ada gambarnya itu--tak ada gambar cewek cantiknya, tak ada gambar-gambar keren sedikitpun--atau yang sering di sebut sebagai Novel. Tentu, dengan pengetahuan buku Novel yang minim, saya cuman bisa bertanya dengan Mas Nono (panggilan untuk yang punya peminjaman buku) "Novel apa yang bagus". Mas Nono merekomendasikan buku Sherlock Holmes karya Sir Arthur Conan Doyle. Katanya, manga Detective Conan terinspirasi dari Detective nyentrik dari London itu. wow, menarik.
Pertama kali membaca Novel Sherlock Holmes, saya menyerah setelah membuka 3 lembar halaman pertama. Dan buku Novel itu tersimpan di bawah bantal untuk waktu yang lama, karena lupa, dan melewati batas peminjaman. Entah kapan, saya memberanikan diri untuk membaca Novel Sherlock Holmes lebih serius lagi. Dan ya, berhasil membacanya sampai selesai, tanpa mengerti makna isi cerita. ah, sungguh menjengkelkan buku yang tak ada gambarnya ini, sama seperti buku fisika, kimia, biologi, dan buku fuck-lajaran lainnya.
Lalu teman saya yang tergila-gila dengan Novel Harry Potret, selalu dengan semangatnya menceritakan kisah dibuku yang lebih tebal itu, sadis.! Dan saya hanya tertarik saat dia menceritakan wanita cantik seperti Hermione (Emma Watson), Cho Chang, Luna Lovegood yang misterius (Evanna Lynch), dan Giny (Bonnie Wirght) yang digambarkan secara visual di Film dengan judul yang sama. Dan saya tak tertarik untuk membaca buku tebal itu, cukup menjadi pendengar yang baik.
-
Seiring berjalannya waktu, etdah, saya mencoba mencari buku yang jadi rekomendasi Mas Nono selain Novel Sherlock Holmes dan tentunya Harry Potret, Novel Narnia-pun saya pinjam. Nasibnya 11-12 dengan novel-novel sebelumnya, selesai dibaca, tapi tak dapat mencerna seluruh isi buku. Mungkin kecintaanku pada manga tak tergantikan, sehingga buku yang penuh dengan (hanya) tulisan itu tak memikat hati.
Kelas 2 SMA, saya mengenal dengan Internet, setelah memaksa dan bernegosiasi alot dengan orangtuaku untuk berlangganan internet Slowdy. Dulu masih sebulan sekitar 200ribu, untuk kecepatan 128kbps, shit!. Mungkin kegemaranku dengan mainan baruku ini, Internet dan masih dengan buku manga, membuatku tak terlalu memikirkan kisah cintaku yang (selalu) tragis.
Mulai saya bermain dengan blogging, posting ini-itu tidak jelas, hanya untuk mengejar pengunjung yang banyak. Bikin blog sampai lebih dari 3, mendaftar Google Adsense, mencari penghasilan dari iklan. Browsing ini-itu, cara kaya instan dengan internet. Untungnya saya tak terlalu percaya dengan hal-hal seperti itu. Tak seperti temanku yang sudah tertipu dua kali dengan MLM, dan masih saja tertipu dan gagal untuk ketiga kalinya. Dan sekarang, 2014, saya sudah lupa blog apa saja yang sudah saya buat di situs blogspot/blogger[dot]com.
Ternyata seiring waktu saya mulai bisa memahami isi dari sebuah novel, saya bisa membaca habis dan paham maksud cerita. Buku pertama yang dapat saya pahami adalah buku Laskar Pelangi, lalu berturut-urut Sang Pemimpi, Edensor, dan Maryamah Karpov. Lalu saya mencoba membaca lagi novel Sherlock Holmes, karena masih penasaran, dan berhasil. wow, saya sangat menyukai kisah di Novel Sherlock Holmes, penuh misteri, lebih memancing imajinasiku, dan lebih mengasikkan dari pada buku tipis bergambar itu, yang sering membuatku jengkel karena harus menunggu terlalu lama kisah selanjutnya. Novel Da Vinci Code, karya Dan Brown saya baca setelah tertarik dengan novel-novel misteri. Setelah itu, sampai kelas 3 SMA, saya hanya menyukai buku (novel) dengan tema misteri, dan buku (manga) yang sudah saya batasi hanya mengikuti manga Naruto dan One Piece, sampai sekarang (2014) mungkin sampai tamat (yang entah kapan).
-
Masa "indah" SMA pun berakhir, dengan segala macam luka dihati, sayatan luka jiwa, dan bayangan yang menggelapkan pikiran. Sekarang saya menjadi seorang mahasiswa, pikirku pada awal menjadi MABA di tahun 2010.
Buku manga yang menumpuk saya bawa kejogja, tempatku menempuh bangku kuliah, sebagai pajangan untuk mengenangkan, bahwa merekalah yang mengalihkan segala luka. kok jadi melow gini, hahaha
Semester pertama dan kedua selama kuliah, saya tak pernah membaca buku yang memancing imajinasi, hanya bermain-main, nongkrong, kongkow, bercanda, dan lain sebagainya. Kuliah nomor 2, atau lebih. Saat itulah penyakit yang tak begitu saya hiraukan dulu-dulu menghampiri, perasaan galau. Tak ada buku yang menyibukkanku dalam mengisi isi kepalaku untuk berimajinasi, untuk menyusun angan, untuk menggambar pelangi, maka isi kepalaku penuh dengan kegalauan, bimbang, frustrasi, stress, dan ajaibnya itu disebabkan oleh diri sendiri, ya memang, segala masalah itu datang dari diri sendiri, pikiran yang membuat masalah. Dan sayangnya, saya lama tersadar dalam jurang tanpa awan. Terang terlalu silau, gelap terlalu pekat. Sudah ah, cerita galaunya.
Semester ketiga dan keempat, saya mulai bangkit. Mulai melakukan sebuah kegiatan yang dirasa belum pernah saya lakukan, yaitu, berorganisasi. Mulailah mencoba menjadi seorang pemimpin, menjadi seseorang yang mempunyai tanggung jawab. Segala macam kegiatan saya lakukan untuk mengisi segala kekosongan, Cogito Ergo Sum, saya hidup kembali tanpa bayang-bayang masa lalu. Saya mulai kembali tertarik untuk membaca buku, tapi bukan hanya sekedar Novel, tapi buku yang lebih 'ilmiah', buku yang sedikit berbobot ketimbang sebuah fiksi imajinasi belaka. Segala macam buku, ilmu, saya lahap tanpa ada sekat, ternyata itu berdampak buruk pada pemikiranku yang masih polos, dan dimasuki oleh pengetahuan-pengetahuan diluar jangkauan. Sayapun menjadi takabur, merasa paling benar sendiri. Alhamdulillah, itu tidak bertahan terlalu lama, saya menyadari, dan saya belajar dalam diam.
Saya berpikir bahwa, kesukaanku dalam mempelajari segala macam ilmu pengetahuan harus ada tempat yang menampung hal itu, dan saya menjatuhkan pilihan pada sebuah kegiatan berupa jurnalistik. Saat itulah, saya mulai mengenal menulis adalah bekerja untuk keabadian.
-
Tahun 2013 dan 2014 saya mulai belajar secara perlahan. Belajar dalam diam, kalau kata teman klub baca buku jogja, seperti cacing, "Bergerak dalam diam, tapi menyuburkan".
Dalam blog ini, saya akan menulis, lebih tepatnya belajar menulis. Bagaimana menuangkan segala isi kepala, dalam susunan kata yang menari. Dan meninggalkan blog lama, nafiul.wordpress.com, yang sudah tidak teratur lagi isinya.
Pengelolaan blog ini dimulai pada bulan Juli 2014, saat bulan puasa. Secara perlahan, seperti tetesan hujan yang membuat luka dalam dibatu. Entah batu itu adalah hatiku, entah itu masa esokku, entah--lah.