Ia mengendarai mobilnya dalam tenang, di sepanjang jalan Parangtritis, Yogyakarta pada jam 1 malam, dini hari. Bersama teman yang biasanya menemaninya dalam cerita cinta yang berulang-ulang, dan terkadang terlalu membosankan untuk didengarkan. Mungkin terlalu bosan juga memberikan nasihat, karena semuanya mental, dan diabaikan. Hasyim, temannya, menyalakan radio di mobil, mencoba mencari frequency radio yang menurutnya bakalan pas untuk suasana hati teman disampingnya itu. Mungkin juga sebuah keputusan yang salah melihat suasana hati temannya galau.
"Kayaknya enak nie" ucap hasyim saat menemukan frequency radio yang menyetel lagu-lagu dengan tema persahabatan. Mungkin persahabatan bisa membuat hatinya lebih dingin, pikirnya.
Edi hanya menengok ke temannya sebentar tanpa mengerti apa yang sedang ia omongkan. Pikirannya sedang menerawang ke suatu tempat yang ia pun tak yakin bisa mencapai imajinasinya dengan tepat. Tapi sakit di hatinya sungguh bisa menggambarkannya.
Didepan sebuah gapura besar yang menandakan bahwa dia sudah dekat untuk masuk ke area pantai parangtritis sudah nampak jelas. Tapi pada jam segini sungguh sepi, dan tidak ada penjaga yang akan meminta mereka untuk membayar tiket masuk. Edi mulai melambankan laju mobilnya.
"Enaknya belok kanan atau lurus nieh, syim?"
"hah?" jawab Hasyim gagap.
"Kita mau ke Depok atau Paris?"
"Terserah elu aja cuy, gue mah manut aja"
Suasana kembali diam. Edi melaju lurus. Radio menyalakan lagu tentang persahabatan.
Betapa bahagianya
Punya banyak teman
Betapa senangnya
Betapa bahagianya
Dapat saling menyayangi
Mensyukuri karunia-Nya
"Lagunya siapa tuh?" Tanya Edi, setelah mendengar lagu yang tak asing, Sistem Limbik di otaknya tak mampu menginat lagu yang tak asing itu.
"Lagunya sherina kayaknya bro. Gak tau juga sih, tapi suaranya kayak Sherina kecil" Jawab Hasyim dengan sedikit tawa, mengingat betapa jadulnya lagu yang di mainkan di Radio, entah radio apa.
"Gila, jadul banget tuh lagu. Masih nyimpen kasetnya tuh Radio? Atau mungkin masih pake tape? hahaha" Edi menimpali.
Ternyata lagu jadul tentang persahabatan itu membuat suasana sedikit lebih cair. Mereka mulai mengingat-ingat lagi masa kecil mereka. Saat mereka masih bermain dengan kaset tape. Saat dimana mereka masih tertawa-tawa sendiri saat sms request lagu di salah satu frequency radio kesukaannya dibacakan, dengan titipan salam untuk seseorang yang mereka sukai. Walaupun mereka tahu kesempatan orang yang disukainya itu mendengar salam di radio sangat kecil, tapi mereka tetap merasa tersipu malu. Membayangkan segala kemungkinan. Lalu diam dan tersenyum dalam lamunan.
"Kayaknya enak nie" ucap hasyim saat menemukan frequency radio yang menyetel lagu-lagu dengan tema persahabatan. Mungkin persahabatan bisa membuat hatinya lebih dingin, pikirnya.
Edi hanya menengok ke temannya sebentar tanpa mengerti apa yang sedang ia omongkan. Pikirannya sedang menerawang ke suatu tempat yang ia pun tak yakin bisa mencapai imajinasinya dengan tepat. Tapi sakit di hatinya sungguh bisa menggambarkannya.
Didepan sebuah gapura besar yang menandakan bahwa dia sudah dekat untuk masuk ke area pantai parangtritis sudah nampak jelas. Tapi pada jam segini sungguh sepi, dan tidak ada penjaga yang akan meminta mereka untuk membayar tiket masuk. Edi mulai melambankan laju mobilnya.
"Enaknya belok kanan atau lurus nieh, syim?"
"hah?" jawab Hasyim gagap.
"Kita mau ke Depok atau Paris?"
"Terserah elu aja cuy, gue mah manut aja"
Suasana kembali diam. Edi melaju lurus. Radio menyalakan lagu tentang persahabatan.
Betapa bahagianya
Punya banyak teman
Betapa senangnya
Betapa bahagianya
Dapat saling menyayangi
Mensyukuri karunia-Nya
"Lagunya siapa tuh?" Tanya Edi, setelah mendengar lagu yang tak asing, Sistem Limbik di otaknya tak mampu menginat lagu yang tak asing itu.
"Lagunya sherina kayaknya bro. Gak tau juga sih, tapi suaranya kayak Sherina kecil" Jawab Hasyim dengan sedikit tawa, mengingat betapa jadulnya lagu yang di mainkan di Radio, entah radio apa.
"Gila, jadul banget tuh lagu. Masih nyimpen kasetnya tuh Radio? Atau mungkin masih pake tape? hahaha" Edi menimpali.
Ternyata lagu jadul tentang persahabatan itu membuat suasana sedikit lebih cair. Mereka mulai mengingat-ingat lagi masa kecil mereka. Saat mereka masih bermain dengan kaset tape. Saat dimana mereka masih tertawa-tawa sendiri saat sms request lagu di salah satu frequency radio kesukaannya dibacakan, dengan titipan salam untuk seseorang yang mereka sukai. Walaupun mereka tahu kesempatan orang yang disukainya itu mendengar salam di radio sangat kecil, tapi mereka tetap merasa tersipu malu. Membayangkan segala kemungkinan. Lalu diam dan tersenyum dalam lamunan.
Kendaraan sudah sampai di pinggir pantai parangtritis, mereka turun dengan membawa beer yang mereka beli di Indomaret. Dengan membawa beer yang mereka sukai, mereka melangkah menuju ke tengah-tengah lautan pasir hitam. Malam itu sepi, hanya nampak beberapa orang saja. Langit gelap, tapi beruntungnya tidak ada awan yang menghalangi cahaya bintang, begitu juga dengan cahaya bulan, walaupun kadang-kadang awan sedikit menutupi untuk waktu singkat. Angin malam itu lumayan dingin, dan itu bakalan menambah kenikmatan minum beer, pikir mereka.
Mereka masih membayangkan masa remaja mereka, kenakalan mereka di waktu masih menginjak bangku SMA. Bercerita tentang guru mereka yang lucu, galak, dan sedikit gila. Saat mereka berusaha keras untuk mencotek pada saat ujian, tapi hasil ujiannya tetap parah, dan kenangan itu justru membuat mereka sedikit bangga.
###
Sebenarnya Edi tak ingin membicarakan permasalahan yang sedang dihadapinya. Begitu juga dengan Hasyim yang enggan menanyakan masalah yang di derita teman disebelahnya itu. Yang dia tahu hanya, cinta sejati saat SMA Edi, kemarin-kemarin baru saja menikah dengan pria lain. Saat acara pernikahannya pun Edi tidak datang, hanya menitipkan sebuah surat yang dititipkannya pada Hasyim.
Saat menghadiri pernikahan Fatimah, cinta sejati Edi, Hasyim melihat kebahagian yang terpancar dari pasangan suami istri baru itu. Lelaki pendamping yang bakalan menjadi suaminya adalah teman kuliah Fatimah, kakak angkatan di jurusan Kedokteran. Lelaki itu memang kelihatan cocok dengan Fatimah, setelah berkenalan namanya Fahmi. "wah, depannya sama-sama F. semoga saja forever yah hubungan pernikahan kalian."
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Hasyim, dan dia tidak bisa membayangkan perasaan sahabatnya kalau dia tahu bahwa dia mengucapkan kata seperti itu. Sekedar hanya untuk basa-basi.
Fahmi, suami Fatimah, sekarang sudah menjadi seorang dokter umum dan mempunyai tempat praktek di daerah Magelang. Sedangkan Fatimah baru saja kemarin, dua bulan yang lalu, baru saja lulus menjadi sarjana kedokteran di Universitas yang terkenal di Yogyakarta. Menurut gosip yang dia tangkap dari teman-teman wanitanya saat mengobrol di meja makan, bahwa mereka tidak pernah pacaran. Selama berkenalan lebih dari 4 tahun, mereka hanya menjadi teman tapi mesra. Teman-teman dekat Fatimah tahu, kalau ia tidak akan mau pacaran, dan pria-pria yang menembaknya untuk bisa menjadi kekasihnya akan di tolak dengan halus. Dan Fatimah tetap menjaga hubungan dengan pria-pria yang dulu pernah mengejar cintanya, seperti itulah sifat Fatimah yang lembut, baik hati, santun, dan masih banyak lainnya. Dan salah satu pria itu adalah sahabatnya Edi!.
Jadi setelah Fahmi mendapatkan pekerjaan tetap, mempunyai masa depan cerah, dan berkomitmen untuk memperistri Fatimah, Fatimah dengan senang hati menerimanya menjadi imamnya. Begitulah kisah singkatnya.
Sesaat setelah berbasa-basi dengan pasangan baru itu Hasyim sempat ragu untuk menyampaikan surat yang dititipkan oleh Edi untuk Fatimah. Hasyim ragu apakah akan dia beri surat itu didepan suaminya, atau pada saat dia sendirian. Hasyim tahu isi surat itu, sebuah puisi tentang cinta, rindu, kasih, dan harapan.
"Mana Edi? Kok gak kelihatan syim? Biasanya kalian nempel banget?" Pertanyaan Fatimah membuyarkan lamunan Hasyim
"Hah? ah, ya. Dia lagi berhalangan. Sibuk urusan kampus." Jawab Hasyim dengan terbata-bata. "Oh, ya. Ini ada surat yang dititipkan Edi buat kamu. Sebagai ganti kalau dia tidak bisa hadir hari ini." Hasyim menyerahkan surat dengan amplop warna biru itu.
"Oh ya, makasih ya syim." Fatimah menerima surat itu dan meletakkannya bersamaan dengan berbagai macam hadiah yang diberikan oleh sahabat-sahabatnya. Hasyim melirik pada Fahmi yang sedang bercengkrama dengan sahabat-sahabatnya, dan dia merasa tenang karena tidak mendapatkan tatapan curiga dari kekasih halalnya Fatimah mengingat amplop itu yang terlihat begitu romantis. Dengan tempelan hati merah diatas amplop warna biru! "Sial Edi, kenapa harus gue yang nyerahin tuh surat". Batin Hasyim kesal pada temannya.
### bersambung
Mereka masih membayangkan masa remaja mereka, kenakalan mereka di waktu masih menginjak bangku SMA. Bercerita tentang guru mereka yang lucu, galak, dan sedikit gila. Saat mereka berusaha keras untuk mencotek pada saat ujian, tapi hasil ujiannya tetap parah, dan kenangan itu justru membuat mereka sedikit bangga.
###
Sebenarnya Edi tak ingin membicarakan permasalahan yang sedang dihadapinya. Begitu juga dengan Hasyim yang enggan menanyakan masalah yang di derita teman disebelahnya itu. Yang dia tahu hanya, cinta sejati saat SMA Edi, kemarin-kemarin baru saja menikah dengan pria lain. Saat acara pernikahannya pun Edi tidak datang, hanya menitipkan sebuah surat yang dititipkannya pada Hasyim.
Saat menghadiri pernikahan Fatimah, cinta sejati Edi, Hasyim melihat kebahagian yang terpancar dari pasangan suami istri baru itu. Lelaki pendamping yang bakalan menjadi suaminya adalah teman kuliah Fatimah, kakak angkatan di jurusan Kedokteran. Lelaki itu memang kelihatan cocok dengan Fatimah, setelah berkenalan namanya Fahmi. "wah, depannya sama-sama F. semoga saja forever yah hubungan pernikahan kalian."
Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Hasyim, dan dia tidak bisa membayangkan perasaan sahabatnya kalau dia tahu bahwa dia mengucapkan kata seperti itu. Sekedar hanya untuk basa-basi.
Fahmi, suami Fatimah, sekarang sudah menjadi seorang dokter umum dan mempunyai tempat praktek di daerah Magelang. Sedangkan Fatimah baru saja kemarin, dua bulan yang lalu, baru saja lulus menjadi sarjana kedokteran di Universitas yang terkenal di Yogyakarta. Menurut gosip yang dia tangkap dari teman-teman wanitanya saat mengobrol di meja makan, bahwa mereka tidak pernah pacaran. Selama berkenalan lebih dari 4 tahun, mereka hanya menjadi teman tapi mesra. Teman-teman dekat Fatimah tahu, kalau ia tidak akan mau pacaran, dan pria-pria yang menembaknya untuk bisa menjadi kekasihnya akan di tolak dengan halus. Dan Fatimah tetap menjaga hubungan dengan pria-pria yang dulu pernah mengejar cintanya, seperti itulah sifat Fatimah yang lembut, baik hati, santun, dan masih banyak lainnya. Dan salah satu pria itu adalah sahabatnya Edi!.
Jadi setelah Fahmi mendapatkan pekerjaan tetap, mempunyai masa depan cerah, dan berkomitmen untuk memperistri Fatimah, Fatimah dengan senang hati menerimanya menjadi imamnya. Begitulah kisah singkatnya.
Sesaat setelah berbasa-basi dengan pasangan baru itu Hasyim sempat ragu untuk menyampaikan surat yang dititipkan oleh Edi untuk Fatimah. Hasyim ragu apakah akan dia beri surat itu didepan suaminya, atau pada saat dia sendirian. Hasyim tahu isi surat itu, sebuah puisi tentang cinta, rindu, kasih, dan harapan.
"Mana Edi? Kok gak kelihatan syim? Biasanya kalian nempel banget?" Pertanyaan Fatimah membuyarkan lamunan Hasyim
"Hah? ah, ya. Dia lagi berhalangan. Sibuk urusan kampus." Jawab Hasyim dengan terbata-bata. "Oh, ya. Ini ada surat yang dititipkan Edi buat kamu. Sebagai ganti kalau dia tidak bisa hadir hari ini." Hasyim menyerahkan surat dengan amplop warna biru itu.
"Oh ya, makasih ya syim." Fatimah menerima surat itu dan meletakkannya bersamaan dengan berbagai macam hadiah yang diberikan oleh sahabat-sahabatnya. Hasyim melirik pada Fahmi yang sedang bercengkrama dengan sahabat-sahabatnya, dan dia merasa tenang karena tidak mendapatkan tatapan curiga dari kekasih halalnya Fatimah mengingat amplop itu yang terlihat begitu romantis. Dengan tempelan hati merah diatas amplop warna biru! "Sial Edi, kenapa harus gue yang nyerahin tuh surat". Batin Hasyim kesal pada temannya.
### bersambung